BAB
3
“MANUSIA
DAN PROBLEM SOSIAL”
Eksistensi
manusia tercemin dari etis sosial hubungannya dan merupakan perujudan sosial
pribadi manusia . Pengembaraan untuk memahami hakikat hidup
bermasyarakat sangat penting artinya bagi kita guna menjadi pertimbangan
menempatkan diri dalam interaksi sosial dan melakukan peranan yang sesuai
dengan kemampuan, hati nurani, serta klealisme.
Definisi mengenai problem sosial tidak cukup hanya dilihat dari dimensi
moral sebab evaluasi moral hanyalah sebagian dari respon manusiawi terhadap
problem sosial. Dan ada beberapa rumusan problem sosial dalam beberapa kategori
diantaranya :
·
problem sosial sebagai tragedi, tragedi
merupakan hasil konflik antara individu dan beberapa kekuatan superior atau
kekuatan yang tidak terkendali sehingga menempatkan emosi individu di atas
segala galanya. Contohnya bunuh diri,
mental yang sakit, dan kecanduan alkohol.
·
problem sosial sebagai ketidak adilan, problem
sosial sebagai ketidak adilan ini bersifat sistemik. Misalnya, konflik sosial yang disebabkan oleh
keadaan dimana suatu kelompok masyarakat yang kuat mengontrol kelompok lain yang
lemah. Mengekang kebebasan, memonopoli,
dan merampas hak-hak yang lemah. Tergolong
problem sosial ini adalah rasialisme, kemiskinan, dan deskriminasi seksual.
·
problem sosial sebagai kejahatan yang
meluas, tragedi dan ketidak adilan
didasari sebagai gejala yang tidak baik dan tidak menyenangkan. Tetapi, ketika dilakukan oleh individu dalam
masyarakat tanpa merasa bersalah dan berdosa, problem sosial ini akan “mendarah
daging” dalam masyarakat. Charles Manson
menyebut gejala sosial dalam tingkatan ini sebagai pathological violence.
·
sosial sebagai ancaman, kehidupan sosial
akan menjadi problem jika kesempatan berusaha terancam, kebahagiaan terganggu,
rasa aman sirna, sumber daya alam semakin terbatas, dan lain-lain. Contohnya adalah
kriminalitas, kepadatan penduduk, asap rokok dan sebagainya.
·
Problem sosial sebagai arogansi, contohnya
adalah aborsi dan euthanasia.
·
Problem sosial sebagai akibat dari
kehidupan bernegara, kelompok sosial yang mengatas namakan komunitas ternyata
merupakan sumber problem sosial. Ketika otoritas
tidak lagi berada dalam kontrol, masyarakat terancam oleh masalah struktural.
Dengan memahami problem
sosial yang terjadi disekitarnya, individu berusaha membentuk kerangka rujukan
dan kerangka pengalaman. Kerangka tersebut
akan membentuk sistem respon, yang kemudian menentukan pola sikap dan prilaku,
lalu memberikan alternatif individu dalam mengambil keputusan.
BAB 4
“MANUSIA DAN KEBUDAYAAN”
Pada dasarnya simbol dan nilai setiap orang terbentuk oleh
lingkungan. Lingkungan pembentuk ini
biasanya disebut kebudayaan. Dan juga
manusia membentuk kebudayaan. Kebudayaan
dapat dipandang sebagai tindakan berpola dalam masyarakat. Simbol dan nilai ini merupakan perbendaharaan
kelompok sebagai dasar bertindak. Dengan
menggabungkan faktor diri dengan faktor kebudayaan, orang akan bertindak sesuai
dengan kecendrungan psikisnya.
Kecendrungan kebudayaan menjadi 2, kebudayaan kontenporer dan
kebudayaan tradisional. Kebudayaan konterporer
cenderung mengarah kepada pembaharuan ke masa depan, sedangkan kebudayaan
tradisional cenderung mengarah kepada masa lalu. Beberapa problem disekitar kebudayaan massa
antara lain :
1. GENG REMAJA
Kumpulan anak muda yang menamakan dirinya geng
bukan sekedar ilusi. Geng geng remaja adalah
realitas. Berbagai peristiwa yang
menjurus pada kriminalitas oleh sejumlah geng remaja, baik yang diberitakan
maupun yang tidak diberitakan, menunjukkan realitas itu. Kalau saja aktifitas kelompok ini sekedar
mengintegrasikan potensi kreatif, kebradaannya merupakan sesuatu yang konstruktif,
bentuk organisasinya liar, sifatnya anonim, dan aktifitasnya kurang dapat
dikontrol. Dan uniknya, solidaritas diantara
para anggota geng sangat tinggi, sehingga mobilitas mereka umumnya cepat dan
tinggi pula. Eksistensi geng remaja yang
kian membesar baik bentuk maupun intensitasnya, tidak lagi memadai.
Analisis konvensional
akan melihat fenomenal geng remaja ini sebagai suatu kegagalan sosialisasi
nilai dalam institusi keluarga akan tetapi analisis yang memperhatikan faktor
disintegrasi dalam keluarga belumlah cukup untuk menerangkan kaitan fenomena
yang sifatnya lebih konpleks. Sebenarnya,
yang paling dibutuhkan oleh remaja adalah pengakuan dari berbagai pihak bahwa
mereka punya eksistensi. Tidak adanya
pengakuan akan eksistensi itu menyebabkan kaum remaja bersikap over akting,
mereka cenderung mencari cari perhatian.
2. GERAKAN MORAL DAN
BISNIS
Berbagai macam gerakan
moral tanda tanda itu misalnya munculnya kesadaran populis dikalangan
cendikiawan muslim. Organisasi ini bukan
hanya bergerak dibidang keilmuan, tetapi juga berusaha keras mencari jalan
untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakat yang status sosial ekonominya lemah. Maka, wajar saja jika ulama di indonesia
menyadari bahwa gerakan spiritual tanpa dukungan materi sama dengan utopia atau
sekedar gerakan yang bersifat verbal. Menciptakan
bisnis dengan eksistensi mandiri masih membutuhkan syarat lain. Tanri abeng memberikan resep 4 faktor: 1. Transformasi
dari kewirausahaan kemanagerial, 2. Transformasi dari produksi kepemasaran, 3. Transoformasi
dari centralisasi ke decentralisasi, 4. Transformasi dari managemen lobby ke
managemen professional.